[ad_1]

SERPONG, ULTIMAGZ.com – Setiap individu memiliki rupa yang berbeda-beda. Walau tidak banyak, ditemukan juga kelompok yang memiliki fitur tubuh yang tampak asing dari umumnya. Kelompok ini merupakan penyandang disabilitas fisik yang memiliki kelainan pada sistem otot maupun saraf karena bawaan dari lahir atau suatu kecelakaan dan penyakit. 

Akibat adanya perbedaan ini, masyarakat cenderung memberikan tanggapan negatif dan memandang sebelah mata kemampuan para difabel. 

Baca juga:  Semua Orang Berisiko Jadi Disabilitas dan Rentan dengan Diskriminasi

Namun, kenyataannya seorang yang memiliki keterbatasan fisik bukan berarti tidak berdaya maupun berprestasi. Salah satu contohnya bisa Ultimates lihat melalui keberadaan atlet paralimpik seperti David Jacobs. 

Memiliki kelainan sejak lahir pada tangan kanannya, David masuk ke dalam kategori tunadaksa. 

“Tangan kanan saya ‘kan, dari lahir itu kecil,” ujar David melalui wawancara ULTIMAGZ pada Kamis (20/04/23). 

Tunadaksa merupakan salah satu jenis disabilitas fisik yang mengacu pada perbedaan struktur tulang maupun sistem saraf sehingga memungkinkan seseorang memiliki pergerakan yang terbatas. 

Menurut Hikmawati, dikutip dari kajianpustaka.com, tunadaksa adalah individu dengan kelainan tulang, otot, ataupun persendian secara struktural maupun fungsional yang dapat menghambat aktivitas. Misalnya, kesulitan untuk berjalan, menggerakkan tangan, duduk, dan berdiri. 

Sementara itu, jenis lain menunjukkan kelainan indera penglihatan (tunanetra), pendengaran (tunarungu), dan kemampuan bicara (tunawicara). 

David adalah atlet para-tenis meja Indonesia yang bergabung dengan National Paralympic Committee (NPC). Melansir dari npcjakarta.or.id, NPC adalah konstituen yang bertanggung jawab dalam partisipasi lomba paralimpik nasional maupun internasional. 

Atlet berusia 45 tahun ini diklasifikasikan dalam kelas 10 para-tenis meja. Level ini menandakan bahwa sang atlet mampu melakukan pertandingan dengan kondisi berdiri. 

Dalam para-tenis meja, pengelompokkan dibagi menjadi 11 kelas yang mana semakin tinggi levelnya, kemampuan gerak mereka semakin besar. Pada level satu sampai lima, pertandingan akan dilakukan menggunakan kursi roda atau sitting. Level 6-11, atlet akan bertanding dengan keadaan berdiri atau standing. Selain dari kemampuan mobilitas, kelas 11 juga merujuk pada keterbatasan intelektual atlet. 

Walaupun karier David sebagai atlet paralimpik terhitung 13 tahun, ia sudah diajak bergabung dalam NPC sejak 2005. Namun, pada saat itu David masih berfokus pada kejuaraan tenis meja tingkat umum. 

David mengaku tertarik dengan tenis meja sejak masih kecil. Ia pun juga bergabung dalam klub olahraga tersebut. Merasa memiliki bakat, David melanjutkan ketertarikannya dengan mengikuti lomba. Akan tetapi, dikarenakan perlombaan yang diikutinya masih secara umum, ia terkadang dipandang sebelah mata oleh orang lain.

Waktu dulu, mungkin waktu-waktu di awal-awal memulai karier sebagai seorang atlet. Nah, mungkin kalau saya ingin mengikuti pertandingan, (pertandingan) yang untuk level umum. Saya pernah mungkin ditertawakan karena keadaan fisik saya,” kata atlet kelahiran 21 Juni 1977 ini. 

Namun, perlakuan itu tidak membuat David rendah diri. Berbagai ejekan tersebut menjadi motivasi bagi dirinya untuk lebih maju dan meraih prestasi. Lalu, akhirnya pada 2010, David memutuskan untuk menjadi bagian NPC. 

Bergabung dengan NPC memberikan peluang baru bagi David untuk mengembangkan bakatnya dan meraih prestasi di tingkat internasional. Keputusannya untuk menjadi bagian NPC didasari oleh keinginannya untuk membawa nama Indonesia ke taraf internasional. Ia pun juga ingin menjadi contoh bagi penyandang disabilitas lain untuk membuktikan bahwa kekurangan fisik bukan halangan untuk meraih prestasi. 

“Menjadi contoh untuk teman-teman disabilitas yang lain bahwa walaupun kita punya secara fisik ada kekurangan, tapi jika kita mau berjuang, kita mau berusaha, kita pasti juga bisa berprestasi,” ujarnya. 

Selama masa berkariernya sebagai atlet para-tenis meja, David telah mengikuti berbagai perlombaan dalam tingkat Asia Tenggara (ASEAN Para Games), Asia (Asian Para Games), dan global (Paralympic Games atau Paralimpiade). 

Disabilitas Fisik Bukanlah Kelemahan  

Masyarakat memiliki stereotipe yang mana penyandang disabilitas dianggap tidak beruntung. Hal yang sama pun juga terpikirkan oleh David saat masih kecil. 

David berpikir bahwa keterbatasannya merupakan hal yang tidak baik dan sebuah kekurangan. Namun, seiring berjalannya waktu, terutama saat dirinya telah meraih berbagai prestasi, David menyadari bahwa keadaannya merupakan bentuk kekuatannya.

“Memang kadang-kadang, mungkin anggapan masyarakat banyak yang mungkin meremehkan atau menganggap kasihan. Maksudnya, menganggap ini kasihan, tapi justru menurut saya, kita sebagai orang disabilitas sendiri harus bisa melawan diri kita sendiri. Maksudnya melawan diri kita sendiri, jangan kalah dengan keadaan,” tutur David. 

David percaya bahwa setiap individu terlahir dengan potensinya masing-masing. Oleh karena itu, para penyandang disabilitas fisik pun dapat sukses apabila terus berusaha dan berjuang untuk mengembangkan kemampuannya.  

Namun, selain dari diri sendiri, peran keluarga juga turut andil dalam perkembangan ini. Sebabnya, dalam menghadapi omongan-omongan yang berusaha menjatuhkan atlet tenis meja ini, David juga dibantu oleh orang tua, keluarga, dan pelatihnya yang terus memberikan dukungan maupun motivasi kepadanya untuk terus berjuang. 

“Memang semua ini peran penting keluarga ya. Keluarga, orang tua itu penting banget untuk setiap hari kasih semangat, kasih motivasi kepada anak-anak disabilitas,” jelasnya. 

Oleh karena itu, alih-alih merasa malu dan berusaha menyembunyikan keberadaan sang anak yang mengalami disabilitas fisik, orang tua perlu menjadi sistem pendukung anak. Dengan lingkungan yang positif, anak difabel pun akan merasa nyaman sehingga dapat memaksimalkan talentanya.

Baca juga: Ibu Hamil Adalah Ibu yang Kuat, Bukan Berarti Tidak Butuh Bantuan

Berpulang 

Beberapa hari sebelum artikel ini dirilis, tepatnya pada Jumat (28/04/23), David meninggal di rumah sakit setelah ditemukan tergeletak di pinggir jalur kereta Stasiun Gambir dan Juanda pada Kamis (27/04/23) malam, dilansir dari cnnindonesia.com

David berjasa dalam mengharumkan nama Indonesia pada cabang para tenis meja. Ia berhasil membawa medali perunggu pada Asian Para Games 2010 silam di Guangzhou, Cina. Tidak hanya itu, Ia juga meraih medali perunggu di Paralimpiade London dan Tokyo pada 2012 dan 2020 silam. Kemenangannya pada 2012 di Paralimpiade London ini pun menjadikannya sebagai atlet Indonesia pertama yang berhasil menang dalam tingkat internasional setelah puluhan tahun lamanya. 

Penulis: Margaretha

Editor: Michael Ludovico

Foto: ANTARA, Margaretha

Sumber: p2k.stekom.ac.id, kemenpppa.go.id, npcjakarta.or.id, kajianpustaka.com, cnnidnonesia.com.

[ad_2]

Source link

Related Blogs

Leave a Comment

×
Phone number

+62 8111 382010

Email address

redaksi@rodamagz.com

Address info

Jl. Melati 4 No.42 Duren Sawit, Jakarta Timur.